BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ekonomi
kerakyatan merupakan istilah yang relative baru, yang dipopulerkan untuk
menggantikan istilah ekonomi rakyat yang konotasinya dianggap berlawanan dengan
ekonomi konglomerat. Ekonomi rakyat dianggap pula diskriminatif karena didesain
untuk secara terang-terangan memihak pada salah satu sector dan sastra ekonomi
tertentu, yaitu ekonomi rakyat. Munculnya konsep tersebut merupakan reaksi atas
praktik-praktik pelaku ekonomi yang tidak adil bagi sebagian besar rakyat
Indonesia dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Selama krisi ekonomi Indonesia, pada
dekade terakhir di abad-20 sampai abad-21, sesungguhnya ekonomi rakyat mampu
menunjukkan daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi gempuran krisis
multi-demesional yang melanda negeri ini. Ketika banyak perusahaan besar
mengalami kebangkrutan, perekonomian rakyat justru mampu bertahan di tengah
badai krisis yang melanda. Walaupun keberpihakan Negara (pemerintah) kepada
ekonomi kerakyatan selama ini dirasakan kurang, mereka masih mampu bertahan
dalam terpaan krisis ekonomi di negeri ini. Oleh karena itu, kebijakan
pemberdayaan ekonomi rakyat merupakan jalan alternative lain yang tidak bisa
lagi ditunda-tunda untuk mengembangkan perekonomian di Indonesia. Yang amat
diperlukan sekarang adalah kebijakan yang sebenarnya tidak mahal yaitu
perlindungan dan pemihakan sepenuh hati pada kepentingan-kepentingan
perekonomian rakyat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
itu ekonomi kerakyatan sebagai sistem ekonomi?
2. Bagaimana itu ekonomi kerakyatan
sebagai standar etika bisnis Indonesia?
3. Bagaimana prospek dan tantangan
perekonomian rakyat?
4. Bagaimana melakukan pemberdayaan
ekonomi
rakyat?
5. Bagaimana prinsip-prinsip
islam dalam membangun sistem ekonomi?
6. Bagaimana hubungan industrial
dalam islam?
7. Bagaimana transformasi islam dalam
etos kerja?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
ekonomi kerakyatan sebagai sistem ekonomi
2. Mengetahui ekonomi kerakyatan sebagai
standar etika bisnis Indonesia
3. Mengetahui prospek dan tantangan
perekonomian rakyat
4. Mengetahui pemberdayaan
ekonomi
rakyat
5. Prinsip-prinsip
islam dalam membangun sistem ekonomi
6. Hubungan industrial dalam islam
7. Transformasi islam dalam etos kerja
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Refleksi
Sejarah Ekonomi Indonesia
Selama 21
tahun pertama Indonesia merdeka, perekonomian bangsa menghadapi tantangan dan
ujian berat, termasuk di dalamnya rongrongan politik baik dalam maupun luar
negeri, yang nyaris meruntuhkan sendi-sendi ekonomi nasional. Pada 1959, paham
kapitalisme-liberalisme secara konstitusional ditolak, sehingga system ekonomi
nasional akhirnya berkembang jadi sistem etatistik (serba-negara) yang
mematikan segala daya kreasi masyarakat. Ekonomi komando, yang berlangsung
tujuh tahun (1959-1966) dan mencapai titik paling kritis dengan hiperinflasi
650% pada 1966, hampir-hampir melumpuhkan seluruh system produksi.
Ekonomi
orde baru yang dimulai sejak 1966 secara radial membalikkan arah perjalanan
system ekonomi Indonesia. Paradigm pembangunan diarahkan pada penerapan
demokrasi ekonomi, dan politik ekonomi diarahkan pada upaya untuk menggerakkan
kembali roda ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pencetakan
uangnyang telah berlangsung hampir tanpa kendali dihentikan, anggaran belanja
pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam negeri (khususnya pangan) dirangsang
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk yang terus bertambah. Sistemekonomi
pasar bebas mulai berjalan normal, dan pembangunan ekonimi diatur melalui
serangkaian repelita. Pertumbuhan ekonomi secara 5 REPELITA (1969-1994) telah
mampu meningkatkan posisi Indonesia dari salah satu ngara termiskin di dunia
menjadi Negara berpendapatan menengah, dan ekonomi tumbuh rata-rata 7% pertahun
selama 25 tahun (1969-1994).
Sesungguhnya
ada sebuah kekhawatiran yang muncul di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang sedemikian kencang, yaitu bahwa laju pertumbuhan ekonomi itu ditopang
dengan utang luar negeri yang luar biasa. Ironisnya, utang itu hanya mengucur
hanya segelintir pelaku ekonomi yang berkonspirasi dengan pemimpi politik
(penguasa) ketika bada krisis menerpa perekonomian negeri ini dengan menurunnya
nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, utang luar negweri itu menjadi
tidak terbayarkan. Utang yang tak terbayarkan ini, akhirnya menjadi beban bagi
Negara dan harus dipikul bersama oleh seluruh rakyat Indonesia.
Fenomena
itulah yang mengusik perasaan ketidak adilan dalam proses pembangunan di negeri
ini, rakyat hanya menjadi penonton gerak roda pembangunsn ekonomi yang ditopang
dengan utang luar negeri. Hasil pembangunan dinikmati oleh sekelompok kecil
ekonomi yang berkonspirasi dengan penguasa. Bahkan, sebagian rakyat kecil harus
tergusur dengan pembangunan. Namun, ketika pembangunan itu sendiri menghalami
kebangkrutan akibat spekulasi yg terlalu tinggi dalam utang luar negeri,
seluruh rakyat Indonesia harus turut menanggung beban kebangkrutan itu melalui
pajak yang dibayarkan pada Negara.
Rasa
ketidakadilan inilah yang akhirnya menjadi salah satu faktor potensial yang
menggerakkan reformasi di Indonesia, yang sempat diwarnai kerusuhan social di beberapa
daerah. Oleh karena itu, sudah saatnya system ekonomi di negeri ini
mengedapankan keadilan yang memang harus berpiuhak kepada rakyat kecil
disinilah ekonomi kerakyatan menjadi penting dibicarakan.
B. Ekonomi
Kerakyatan Sebagai Sistem Ekonomi
Makna ekonomi kerakyatan
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut.
1.
Dasar
demokrasi ekonomi, dimana produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua,
dibawah pemilikan anggota masyarakat.
2.
Kemakmuran
masyarakat menjadi yang utama, bukan kemakmuran sekelompok orang.
3.
Perekonomian
harus disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
4.
Cabang-cabang
produksi bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh
Negara.
5.
Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi Indonesia harus dikuasai oleh
Negara, dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Dalam TAP
MPR NO. XVI/1998 ditegaskan tentang perlunya penerapan system ekonomi
kerakyatan yang berpihak pada upaya-upaya pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pemberdayaan rakyat dianggap urgen, bukan saja karena sector ekonomi rakyat ini
dari sector ekonomi menengah dan besar, tetapi juga karena ketimpangan ekonomi
dan kesenjangan social antara keduanya sudah terlalu besar, sehingga
menimbulkan kecemburuan besar. Kemiskinan dan kesenjangan social yang terlalu
besar dan sulit ditoleransi ini menjadi masalah paling serius yang dihadapi
bangsa Indonesia pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21.
Sistem
ekonomi Indonesia adalah system ekonomi berkerakyatan yang mampu mewujudkan demokrasi dalam tatanan
ekonomi nasional. System nilai atau ideologi suatu bangsa akan
menentukan system ekonomi
melalu bekerjanya lembaga-lembaga ekonomi yang dibentuk oleh masyarakat.
Ideology ekonomi kerakyatan merupakan himpunan gagasan yang menjadi landasan
tindakan-tindakan ekonomi warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dan
secara bersama mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian, yang mewujudkan perekonomian Indonesia yang demokratis adalah
tumbuhnya kemampuan rakyat untuk mengendalikan atau mengawasi jalannya
perekonomian. Oleh karena itu, untuk memberdayakan perekonomian rakyat
kedaulatan harus dikembalikan kepada rakyat, karena hanya
dengan kedalatan rakyat itulah ekonomi kerakyatan dapat diselenggarakan. Penerapan siatemn lebih tepat bagi
bangsa Indonesia ekonomi kerakyatan, yaitu sistem yang demokratis dan benar –benar
sesuai dengan sistem nilai bangsa indonesia, memberikan peluang yang lebih
besar dan lebih tepat bagi bangsa Indonesia
dalam upaya mewujudkan keadilan sisial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemberdayaa ekonomi kerakyatan juga merupakan bagian integral dalam
mewujudkan ketahann nasional di bidang ekonomi. Gempuran ekonomi global harus
diimbangi dengan penguatan pondasi ekonomi dalam negri. Oleh karenanya, sistem
ekonomi kerakyatan harus di perkuat dengan keberpihakan pemerintah dalam
memberdayakan ekonoi rayat. Dengan ekonoi rakyat yang tangguh, ketahanan
nasonal di bidan ekonomi bisa di wujudkan.
Penerapan sistem ekonmi kerakyatan,
yaitu sistem yang demokratis dan benar-benar sesuai dengan sistem nilai bangsa
Indonesia, memberikan peluang yang lebih besar dalam upaya mewujudkan keadilan
sosialbagi seluruh rakyat Indonesia.
C.
Ekonomi
kerakyatan sebagai standar etika bisnis Indonesia
Ekonomi kerakyatan sbagai standar etika bisnis untuk
sistem perekonomian
di Indonesia mangndung beberapa prinsip, yaitu:
1.
perhatian utama pada yang lemah, bukan yang kuat.
2.
aktivitas perekonomian yang bermoral (menurut standar etika bisnis yang berlaku
umum).
3.
sistem perekonomian yang demokratis (dari, oleh, dan untuk semua masyarakat).
4.
pencapaian keadilan dalam peran dalam hasil saha perekonomian.
Pada prinsipnya, perekonomian seharusnya
mengangkat martabat manusia ekonomi yang kegiatannya. Tujuan-tujuan ekonomi
yang semata-mata mengesampingkan martabat manusia berarti mengurangi pemaknaan kegiatan ekonomi
itu sendiri. Ekonomi kerakyatan menghindari penjajahan dari pihak satu kepada
pihak yang lainnya, juaga menghindari keapanan dan kemakmuran yang di nikmati
oleh pihak tertentu di atas ketidakberdayaan dan keserbakekurangan dari pihak
lainnya. Di samping itu, ekonomi kerakyatan juga merupakan idiologi yang
berfungsi sebagai pembelajaran
untuk menngkatkan solidaritas dan kebersamaan dalam bidang ekonomi.
Kemakmuran sekelompok orang di atas
kemiskinan dan ketidakberdayaan banyak orang merupakan ketidakadilan yang
nyata. Di sinilah ekonomi kerakyatan menemukan titik relevansi untuk melakukan
keberpihakan bagi yang lemah.
Ekonomo kerakyatan merupakan prinsip
demokratis yang mengisyaratkan bahwa
seluruh lapisan masyarakat harus memiliki tingkat perekonomian yang baik. Semua
orang seharusnya keadilan dustributif (hadhikusma,2000) yang berprinsip bahwa
setiap orang atau setiap kelompok mendapatkan bagian yang mungkin berbeda-beda
sesuai dengan usaha dan jasanya yang berbeda pula, namun semua orang atau
kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha dan mengakses
sumber-sumber ekonomi.
D.
Prospek
dan tantangan perekonomian rakyat
Para pengamat ekonomi ucapkali
melontarkan kritik terhadap pelaksaan pembangunan ekonomi Indonesia yangterlalu
berorientasi pada pertumbuhan, karena dengan begitu perekonomian rakyat
cenderung akan terabaikan. Padahal, GBHN sendiri sudah sejak lama menempatkan
aspek pemerataan pada urutan pertama dalam trilogi pembangunn Indonesia. Dengan
di tempatkannya pemerataan sebagai logi pertama, dalam proyeksi masa
depanperekonomian Indonesia, perhatian seharusnya lebih diarahkan para prospek
perekonomian rakyat, bukan hanya pada prosoek pertumbuhan ekonomi yang di nikmati
oleh sekelompok kecil pengusaha.
Upaya untuk memberdayakan ekonomi
rakyat, khususnya koperasi dan UKM (usaha kecil dan menengah), di maksudkan
agar mereka mampu berkembang menjadi usaha yang tangguh/mandiri dan memperkuat
struktur perekonomian nasional. Ini merupakan tantangan sekaligus prospek yang
amat baik dan harus diperjuangkan. Di pihak lain, untuk melengkapi tantangan da
prospek tersebut, beberapa kendala yang dihadapi UKM dan koperasi, antara lain,
adalah:
(1)lemahnya akses dan perluasan pasar; (2)lemahnya
akses permodaan; (3)akses yang terbatas dalam pemanfaatan informasi dan
teknologi; (4)pembentukan jaringn kerja/ usaha yang lemah.
Kendala tersebut perlu segera diatasi
guna menghadapi tangtangan yang makin berat dalam era investasi dan perdagangan
bebasyang di curikan oleh makin ketatnya persaingan antar-pelaku ekonomi. Melalui paradigma baru, pembangunan diharapkan
tidak lagi terjadi pemusatan asset ekonomi produktif pada segelintir orang atau
golongan. Sebaliknya, paradigm baru ini dimaksudkan untuk memperluas aspek
ekonomi produktif ditangan rakyat; meningkatkan partisipasi dan advokasi rakyat
dalam proses pembangunan; berkembangnya basis ekonomi wilayah ditingkat
kabupaten dan pedesaan; meluasnya kesempatan usaha bagi koperasi dan UKM; dan
pemerataan serta keadilan bagi rakyat dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Semuanya itu mencirikan bahwa prospek pemberdayaan ekonomi rakyat perlu
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif, dan bersama-sama masyarakat dan dunia
usaha itu sendiri membangun pembinaan dan pengembangan.
Beberapa aspek yang perlu menjadi
perhatian adalah pendanaan, perizinan usaha, persaingan, prasarana, informasi,
kemitraan, kewirausahaan, dan perlindungan. Sementara itu, dalam pembinaan dan
pengembangan ekonomi rakyat, berbagai bidang yang menjadi target adalah
industry pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, advokasi, dan teknologi.
Sementara itu, kecenderungan
perekonomian yang kian terbuka akibat globalisasi ekonomi dan pasar bebas akan
menimbulkan tantangan-tantangan baru bagi ekonomi kerakyatan ini. Dalam sistem
ekonomi terbuka dan persaingan bebas yang cukup ketat, hanya usaha yang
memiliki akses terhadap faktor produksi yang akan berpeluang untuk dapat
bertahan atau memenangkan pertandingan dalam persaingan pasar bebas.
Akibat yang paling pahit adalah bahwa
ekonomi kerakyatan menjadi semakin tercerai berai ditengah terpaan gelombang
globalisasi tersebut. Dengan kenyataan ini, pengembangan ekonomi kerakyatan ini
berarti harus meniscayakan adanya reorientasi strategi pembangunan yang memihak
kepada rakyat banyak, atau setidaknya, member peluang kepada sebagian besar
rakyat untuk terlibat dalam proses
pembangunan ekonomi tersebut,
sehingga mereka berkesempatan menikmati hasil atas keterlibatannya secara
layak. Hal ini berarti memerlukan suatu pemberdayaan ekonomi rakyat dengan
tujuan memperbesar kemampuannya dalam melakukan aktifitas ekonomi. Dengan
demikian, kebijakan yang ada memang harus memihak pada ekonomi rakyat dalam
rangka memperkuat posisinya untuk bersaing di pasar yang kian terbuka tersebut.
Kecenderungan perekonomian yang kian
terbuka akibat globalisasi ekonomi dan pasar bebas akan menimbulkan
tantangan-tantangan baru bagi ekonomi kerakyatan.
E.
Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat
pemberdayaan adalah daya masyarakat
dengan mendorong, memotivasi, dan membengkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya, dan upaya untuk mengembangkannya keberdayaan masyarakat adalah
unsure dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan hidup, dan dalam
pengertian dinamis: mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Memberdayakan
masyarakat berati meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang tidak mampu melepaskan diri
dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
dan upaya-upaya keras untuk mengatasinya
telah memicu munculnya pandangan yang berbeda-beda. Khusus tentang
kebijakan dan program untuk menggerakkan kembali roda kegiatan ekonomi rakyat
yang ikut terpuruk, muncul duan pendapat yang berbeda:
Pertama, perlunya
membantu ekonomi rakyat melalui restrukturisasi sektor modern, terutama sector perbankan.
Kedua, diperlukannya
upaya langsung dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.
Program-program yang langsung
memberdayakan ekonomi rakyat banyak dicurigai, karena dikhawatirkan menjadi
program belas kasihan yang tidak akan membawa hasil. Kecurigaan itu
mengindikasikan ada banyak hal yang tidak dipahami berkaitan dengan ekonomi
rakyat dalam perekenomian nasional. Dalam krisis ekonomi yang melanda
Indonesia, ekonomi rakyat justru terbukti mampu bertahan dan menyesuaikan diri.
Oleh karena itu, upaya struktural
maupun cultural untk memberdayakan ekonomi rakyat perlu dilakukan.
Jika mencermati perkembangan empiric
yang ada, kesan kuat yang muncul adalah sector ekonomi rakyat yang justru
menjadi katup pengaman bagi perekonomian Indonesia. Pada masa perekenomian
stabil, ekonomi rakyat berkembang secara alami, tanpa terlalu banyak mendapatkn
bantuan dan perlingdungan dari pemerintah, serta terus tumbuh dan memberi andil
pada pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh sector ekonomi besar dan modern
yang hanya ditopang oleh utang. Mengapa ekonomi rakyat dapat bertahan ditengah
krisis? paling tidak ada beberpa hal yang dapat dijadikan alasan, yaitu:
Pertama,
terkait dengan struktur PDB kita yang lebih banyak disumbang oleh besarnya
pengeluaran komsumsi yang pada umumnya memiliki pola permintaan inelastic
terhadap pendapatan. Barang-barang komsumsi ini dihasilkan oleh sector ekonomi
rakyat.
Kedua,
sektor
ekonomi rakyat tidak mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga, sehinggah
meskipun sector keuangan dilanda krisis hal ini tidak banyak berpengaruh
terhadap usaha ekonomi rakyat.
Ketiga,
sector ekonomi rakyat fleksibel untuk keluar masuk pasar, menyesuaikan dengan
situasi permintaan yang ada, sehinggah sector ini dapat tetap bertahan dipasar
dalam kondisi apapun.
Dengan melihat kenyataan tersebut,
menjadi sangat wajar bila kemudian sekaligys muncul optimism untuk memberdayakan
ekonomi rakyat dan sekaligus menempatkannya pada garda terdepan dalam perekonomian nasional.
Optimism untuk memberdayakan ekonomi rakyat didasari pula oleh suatu kenyataan
sebagai berikut”
a. Jumlah
usaha kecil dan menengah (UKM) dalam ekonomi rakyat cukup besar dan terdapat
dalam setiap sector ekonomi. Sebagai ilustrasi, pada 1997, jumlah UKM yang
volume penjualannya dibawah satu milyar rupiah telah mencapa 99% dari total
unit usaha nasional.
b. Ekonomi
rakyat cenderung berkembang berdasarkan basis keunggulan komparatif, sehinggah
potensinya sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja potensi usaha kecil dalam
penyerapan tenaga kerja lebih tinggi daripada unit usaha menengah dan besar,
karena setiap unit investasi di usaha kecil dapat menciptakan lebih banyak
kesempatan kerja.
Dalam ekonomi kerakyatan yang diharapkan
mampu mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, harus ada upaya
keras untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Pola pemberdayakan yang dilakukan
adalah upaya untuk menciptakan kemandirian bagi ekonomi rakyat, yaitu koperasi
dan UKM, guna menciptakan nilai tambah. Sedangkan penciptaan nilai tambah bagi
koperasi dan UKM, dilakkan dengan melakukan perbaikan pada:
1. Akses
terhadap sumber daya
2. Akses
terhadap teknologi
3. Akses
terhadap informasi pasar
4. Akses
terhadap sumber pembiayaan
Upaya tersebut memerlukan peran
pemerintah yang tidak hanya memberikan bantuan dengan belas kasihan, tetapi
sekaligus mengeupayakan falisitas dan program untuk memberdayakan ekonomi
rakyat jadi lebih produktif. Selama ini,
fasilitas dan program pemerintah dalam sector ekonomi masih sangat terbatas
yang bias diakses oleh usaha kecil dan menengah. Sebagai gambaran berikut ini,
sebuah table yang ditampilkan menggambarkan fasilitas pembiayaan dari sector
perbankan. Sejauh ini, alokasi kredit yang diberikan bank-bank masuk kesektor
modern yang hanya digelut oleh sebagian kecil masyarakat.
Kredit
Perbankan Berdasarkan 1989 s.d 1998 (dalam rupiah milyar)
SEKTOR
|
TAHUN
|
||||
1989
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
|
Jumlah kredit
|
44.943
|
196.149
|
242.423
|
306.125
|
384.551
|
-Pertanian
|
4.311
|
14.291
|
15.850
|
18.845
|
23.499
|
Pertambangan
|
388
|
954
|
1.224
|
2.736
|
4.066
|
Perindustrian
|
15.683
|
62.987
|
73.023
|
81.234
|
108.023
|
Perdagangan
|
14.687
|
45.364
|
56.232
|
73.462
|
85.918
|
Jasa
|
6.996
|
52.328
|
69.454
|
96.503
|
124.039
|
Lain-lain
|
2.8996
|
20.195
|
26.661
|
33.343
|
39.006
|
Dari table tersebut tampak bahwa sektor
pertanian hanya menikmati sebagian kecil dari kredit yang ada, sedangkan sektor
industri, perdagangan dan jasa, meskipun penyerapan tenaga kerja mereka hanya
sedikit merupakan penyerap terbanyak dari kredit perbankan nasional. Sebagai
gambaran, dalam konteks perekonomian Daerah Istemewa Yogyakarta (DIY), misalnya
telah terjadi penurunan fungsi intermedisi perbankan yang cukup memprihatinkan.
Bila pada 1996 rata-rata LDR tarsebut
diperkirakan bahwa sebagian besar sector ekonomi DIY yang didominasi oleh UKM
belum dapat memanfaatkan jasa pembiayaan perbankan, karena akses untuk
mendapatkannya memang tidak mudah, apalagi bagi meraka yang berada pada sector informal. Akibatnya, mereka mereka
terpaksa meminjam dari lembaga keuangan informal yang tingkat bunganya yang
lebih tinggi daripada tingkat bunga bank umum. Hal ini menjadi sangat ironis,
karena UKM harus terpaksa menanggung biaya produksi yang tinggi. Sementara itu,
unit usaha besar yang telah banyak mendapatkan berbagai fasilitas dan
perlingdungan dan dapat memperoleh tingkt bunga yang rendah, sehinggah mereka
dapat berproduksi dengan biaya yang relative lebih rendah pula.
F.
Instrumen
Kebijakan Pada Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Guna lebih menyempurnakan pemberdayaan koperasi dan UKM sebagai
bagian ekonomi rakyat melalui perbaikan empat akses diatas, pemerintah (pada
era Habibie) pernah menyusun beberapa instrument seperti berikut ini:
1. Akses
Pasar dan Bahan Baku
2. Akses
Teknologi
3. Akses
sumber modal
G.
Kewirausahaan
Dan Kemitraan Sebagai Manifestasi Dari Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Globalisasi dan perubahan tatanan
perekonomian dunia yang sedemkian cepat harus dengan cermat diamati untuk
diantisipasi setepat dan sedini mungkin. Oleh karena itu, dunia usaha dunia
usaha harus disiapkan dan mempersiapkan diri menhadapi kecengderungan global
kearah perekonomian pasar yang bebas yang masih akan terus bergulir, terutama
dikawasan Asia Pasifik (APEC) dan dikawasan ASEAN (AFTA). Dalam pada itu,
penciptaan daya saing yang kuat menjadi suatu yang sangat diprioritaskan, dan
ini dimungkinkan apabila strukturnya juga kuat. Oleh karena itu, kualitas
sumber daya manusia, kemampuan manajerial, dan kemampuan kewirauasahaan perlu
ditingkatkan. Bangkitnya ekonomi Jepang setelah Perang Dunia II adalah berkat
kewirausahhan dan kemitraan antar pelaku ekonomi dalam memanfaatkan lonjakan
permintaan komoditi manufaktur semasa dan setelah perang Korea.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan,
menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik. Oleh karena itu, asas pokok
kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan
yang kuat untuk bewrkarya dengan semangat kemandirian
2. Kemauan
dan kemampuan memecahkan masalah, termasuk keberanian mengambil resiko
3. Kem
ampuan berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif
4. Kemampuan
bekarja secara tekun dn produktif
5. Kemauan
dan kemmpuan untuk berkarya dalam kebersamaan berlandaskanetika bisnis yang
sehat.
Kemampuan kewirausahaan secara ilmiah
dapat tumbuh melalui pendidikan dan pengalaman. Kewirausahaan memang tidak
bersifat tekstal, melainkan kontekstual. Oleh karena itu, ada pendapat bahwa
untuk menjadi wirausahawan yang sukses perlu pandai bergaul, disiplin, dan
tidak ada kata terlambat untuk menjadi wirausahawan. Sehubungan dengan itu,
kemampuan kewirausahawan dapat ditempuh melalui program pelatihan manajerial
secara magang, pendidikan keterampilan, dan paket belajar mandiri. Untuk
mempermudah dan memperluas akses dan pangsa pasar, akses teknologi dan
informasi, pemerintah juga perlu untuk terus menerus menata system pembiyaan
yang membuka akses seluas-luasnya kepada calon wirausahawan yang potensial.
Dewasa ini, dunia usaha tengah mengalami
proses perubahan yang mendasar. Orientasi keuntungsn ysng berjangka pendek kian
ditinggalkan, dan bersamaan dengan itu, orientasi jangka panjang yang
berwawasan kepuasan pelanggan, dan kepeduln terhadap lingkungan hidup, dan
berbaga masalah social semakin menonjol. Oleh karena itu, pertimbangan
keberhasilan suatu organisasi menjadi lebih luas dan tidak terbatas pada
masalah untung semata. Ditengah era pasar bebas seperti saat ini, daya inovasi,
daya kreasi, dan daya antisipasi merupakan prasyarat yang harus dimiliki
wirausawan.
Kewirausahaan merupakan fungsi dari
pengembangan sumber daya manusia sejak masih anak-anak hinggah dewasa, dan
berkembang sejalan dengan berbagai pengalaman dan dorongan yang ada. Oleh
karena itu, pengembangan secara simultan perlu dilakukan dari berbagai sector,
baik pendidikan, pengembangan lingkungan usaha yang mendukung, maupun berbagai
upaya dalam pembinaan dan pengembangan. Dalam hal ini, beberapa kebijakan
pemerintah dalam pengembangan yasaha yang relevan bagi pengembangan
kewirausahaan antara lain mencakup:
1. Penumbuhan
iklim usaha yang kondusif dalam aspek pendanaan, persaingan, prasarana,
informasi, kemitraan, dan perlingdungan
2. Pembinaan,
pengembangan, pemasaran, SDM, dan teknologi
Sementara itu, secara empiric, kemitraan
antara pelaku bisnis ternyata tidak hanya berkembang di Indonesia, melainkan
telah menjadi bagian dari proses pembangunan ekonomi dunia, dan menjadi isu
penting dalam menyongsong era liberalisasi perdagangan dunia. Di Negara-negara
maju, seperti Jepang, Amerika Serikat dan Kanada, kemitraan usaha tumbuh dan
berkembangluas diseluruh lini bisnis. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa
keunggulan bersaing dapat dikembangkan melalui keterkaitan usaha dengan saling
ketergantungan antar pelaku bisnis, bukan ketergantungan, dan juga bukan egoism
masing-masing pelaku. Dengan demikian, motivasi utama kemitraan dinegara maju
pada dasarnya adalah bisnis murni. Terdapat beberapa alas an mengapa harus
terjadi kemitraan yaitu:
1. Meningkatkan
profit atau sales pihak-pihak yang bermitra
2. Memperbaiki
pengetahua tentang situasi pasar
3. Memperoleh
tambahan pelanggan atau para pemasok baru
4. Turut
serta meningkatkan pengempangan produk
5. Memperbaiki
proses produksi
6. Turut
serta memperbaiki kualitas
7. Turut
serta meningkatkan akses terhadap teknologi
Di Indonesia terdapat kemitraan yang
dapat diimpleentasikan oleh UKM dan usaha besar yaitu:
Pertama, kemitraan subkontrak; yang dalam hal ini
UKM menjadi pemasok untuk memenuhi in dustri besar
Kedua, kemitraan dengan pola Perusahaan Inti Plasma
(PIR); yang mencakup berkembang baik disektor perkebunan,perikanan, peternakan.
Sebagai perusahaan inti, usaha besar melaksanakan pembinaan terhadap UKM, mulai
dari penyediaan sarana produksi, bembingan teknis, sampai pemasaran hasil
produksi
Ketiga, pola waralaba (franchising); dalam hal ini
pemberi waralaba (franchiator) memberikan lisensi, merek dagang, dan saluran
distribusi kepada penerima waralaba (franchisee) yang disertai bantuan dan
bimbingan manajemen.
Kemitraan akan berjalan langsung
(berkesinambungan) bila pihak-pihak yang bermitra sama-sama memperoleh manfaat.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kemitraan harus selalu
dapat mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan usaha kecil dalam pelaksanaan transaksi
dengan usaha besar. Dengan demikian, usaha kecil tidak dirugikan dengan usaha
besar.
Akibat penundaan pembayaran, pengalihan
resiko yang tidak adil dalam konsinyasi, dan pengenaan pungutan-pungutan.
Konsep kemitraan usaha mempunyai
landasan yang kuat, baik dilihat dari sudut pandang ekonomi, sosial politik,
maupun moral. Dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha merupakan tuntutan
efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi,
pencegahan fluktuasi suplai, dan dalam rangka peningkatan daya saing. Dari
sudut moral, kemitraan usaha menunjukan upaya kebersamaan dan kesetaraan, sedangkan
dari sudut pandang sosial politik , kemitraan dapat mencegah terjadinya
kesenjangan sosial dan gejolak sosial politik. Kemitraan
adalah salah satu representasi dari sikap adil dalam membangun relasi-relasi
ekonomi .
H.
Transformasi
Nilai Islam Dalam Pembangunan Ekonomi
Secara potensial Allah telah menyediakan
sumber daya alam yang cukup dieksploitasi bagi kepentingan kehidupan manusia.
Aktivitas kerja secara bertanggung jawab dan penuh perhitungan adalah sesuatu
yang mutlak dalam mengolah dan memanfaatkan semua kekayaan alam di dunia ini .
semangat kerja sama dalam kleseimbangan mutlak diwujudkan agar terbina
kehidupan yang seimbang, serasi, dan harmonis. Islam sebagai ajaran yang
bersifat universal memberikan seperangkat aturan dan hukum dalam mengatur
kehidupan manusia di dunia agar terwujud suatu kehidupan yang harmonis dalam
rangka pengabdian kepada Allah.
Nilai
dasar Islam dalam bidang ekonomi merupakan implikasi dari asas tauhid yaitu:
1. Kepemimpinan
dalam pandangan Islam ialah sebagai berikut:
a. Hakikat
kepemimpinan manusia ialah memiliki kemanfaatannya, bukan menguasai secara
mutlak sumber-sumber ekonomi. Apabila seseorang tidak dapat menggunakan
sumberdaya secara produktif, ia akan kehilangan hak kepemilikan atas
sumber-sumber tersebut.
b. Pemilikan
perorangan tidak di perbolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut
kepentingan umum atau menyangkut hajat hidup orang banyak . Sumber-sumber
ekonomi ini dikuasai dan dimilki oleh Negara, dan dikembalikan pemanfaatannya
bagi kesejahtraan masyarakat luas .
2. Nilai
dasar keadilan sangat diutamakan dalam islam, baik yang bersentuhan dengan
aspek sosial,ekonomi,maupun politik. Dalam terminology Islam , keadilan harus
dioprasionalkan pada semua fase ekonomi. Keadailan dalam aktivitas produksi mengandung
makna pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber-sumber
ekonomi. Keadilan dalam aktivitas konsumsi mengandung makna pentingnya sikap
tidak boros dan hemat. Sementara itu, keadilan dalam aktifitas distribusi
mengandung makna pentingnya alokasi sumber-sumber ekonomi bagi kesejahtraan
masyarakat, tanpa mengabaikan perbedaan potensi yang dimiliki setiap individu.
Persoalan yang dihadapi oleh umat manusia sekarang ini
adalah munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas
dari dimensi nilai pada posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada
idiologi materialism inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi
pelaku ekonomi yang hedonistic,sekularistik, dan matearialistik. Dampak yang
ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian membawa malapetaka dan
bencana dalam kehidupan sosial masyarakat, seperti: eksploitasi dan perusakan
lingkungan hidup; disparitas pendapatan dan kekayaan antara golongan dalam
masyarakat dan antar Negara di dunia; lunturnya sikap kebersamaan dan
persaudaraan ;timbulnya penyakit sosial yang anarkhis dan lain-lain.
Berkaitan dengan pembangunan ekonomi
,Islam memiliki satu pandangan yang khas mengenai kehidupan ini. Pengabdian
kepada Allah merupakan bentuk dari fungsi dan peranan manusia sebagai khalifah
dimuka bumi untuk memakmurkan kehidupan, baik secara material maupun spiritual.
Oleh karena itu, unsur-unsur penting untuk menyusun strategi pembangunan dalam
Islam meliputi:
1. Perlunya
mengendalikan permintaan yang berlebihan.
2. Perlunya
mengembangkan aspek motifasi manusia.
3. Mengembangkan
kerangka sosila ekonomi sebagai unsure penunjang dalam pembangunan.
4. Pentingnya
peranan Negara dalam mengembangkan potensi ekonomi masyarakat.
Dari beberapa hal tersebut tampak bahwa
Islam memberikan pesan moral dalam perilaku konsumsi, yaitu perlunya
dikembangkan sikap kesederhanaan dan moralitas yang tinggi agar kualitas hidup
manusia bias ditingkatkan dan dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang .
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa disamping
besarnya Gross Domestik Product
(GDP), indicator kesejahtraan ekonomi
suatu Negara juga ditentukan oleh besarnya neraca pembayaran yang
mencerminkan nilai kekayaan suatu Negara dalam kaitannya dengan transaksi
ekonomi dengan Negara lain. Njeraca pembayaran yang positif akan mendorong
peningkatan kekayaan suatu Negara , karena hal ini mencerminkan dua hal ,
yaitu:
1. Tingkat
produksi suatu Negara untuk satu jenis komoditi tertentu relative lebih tinggi
di bandingkan tingkat permintaan domestic Negara tersebut,sehingga memungkinkan
Negara tersebut mengekspor komoditi yang bersangkutan.
2. Tingakat
efesiensi Negara tersebut lebih baik dibandingkan dengan Negara lain sehingga
komoditas suatu Negara mampu menembus pasar Negara lain.
Pengabdian kepada Allah merupakan bentuk dari fungsi
dan peranan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk memakmurkan kehidupan,
baik secara material maupun spiritual.
Tuhan menyediakan sumberdaya alam yang melimpah
untuk kesejahtraan ummat manusia. Namun demikian, pemanfaatannya bagi
pembangunan ekonomi harus mempertimbangkan keseimbangan semesta.
Dalam
mendorong kegiatan ekonomi, yang juga tidak kalah pentingnya adalah peranan
Negara sebagai fasilitator dalam menggerakan dan mengarahkan semua potensi
ekonomi masyarakat. Dengan menciptakan iklim usaha dan stabilitas
sosial-politik, roda perekonomian diharapkan dapat bergerak secara cepat.
Pemerintahan berperan dalam menciptakan peluang dan kesempatan usaha, misalnya
melalui pembukaan pasar luar negeri, kebijakan dalam penyaluran kredit usaha,
penyusunan aturan hukum, dan sebagainya. Lebih lanjut, Umer Chapra menyatakan
lima langaka utama dalam proses pengembangan ekonomi suatu Negara, yaitu :
1. Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia
2. Mencegah
akumulasi kekayaan pada sekelompok masyarakat
3. Menyusun
system dan kerangka dasar pemabnguanan
4. Menyusun
system keungan pembangunan
5. Menyusun
kerangka dasar strategi pembangunan
I.
Prinsip-Prinsip
Islam Dalam Membangun Sistem Ekonomi
Islam
sebagai suatu system kehidupan manusia mengandung suatu tatanan nilai dalam
mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang menyangkut sosial ,politik,
budaya, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Syariat Islam mengandung suatu tatanan
nilai yang berkaitan dengan aspek aqidah,
ibadah, akhlaq, dan mu’ammalah. Pengaturan
system ekonomi tidak bisa dilepaskan dari syariat Islam dalam pengertian yang
lebih luas.
System
ekonomi dalam Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
1. Individu
mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan
yang dianggap perlu, selam hal itu tidak menyimpang dari kerangka syariat Islam
untuk mencapai kesejahtraan masyarakat yang optimal dan menghindari kemungkinan
terjadinya kekacauan dalam msyarakat.
2. Islam
mengakui bahwa setiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi yang
berarti juga member peluang yang luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan
kemampuanya dalam kegiatan ekonomi. Namun , hal itu kemudian ditunjang dengan
seperangkat kaidah untuk menghindari kemungkinan terjadinyan konsentarsi
kekayaan pada seseorang atau sekelompok pengusaha dan mengabaikan kepentingan
msyarakat umum.
3. Islam tidak mengarah pada suatu tatanan
masyarakat yang memiliki kesamaan ekonomi, tetapi mendukung dan menggalakkan terwujudnya
tatanan kesamaan sosial. Kondisi ini mensyaratkan bahwa kekayaan Negara yang
dimiliki tidak hanya dimonopoli oleh segelintir masyarakat saja.
4. Adanya
jaminan sosial bagi setiap individu dalam masyarakat. Setiap individu mempunyai
hak untuk hidup secara layak dan manusiawi. Menjadi tugas dan kewajiban Negara
untuk menjamin setiap warga negaranya dalam memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
5. Islam
melarang praktek penimbunan kekayaan secara berlebihan yang dapat merusak
tatanan perekonomian masyarakat. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya
praktek penimbunan kekayaan, islam memberikan sanksi yang keras kepada para
pelakunya .
6. Instrument
islam mencegah kemungkinan konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang,
dan menganjurkan agar kekayaan terdistribusi pada semua lapisan masyarakat
melalui suatu mekanisme yang telah diatur oleh syariat.
J.
Hubungan
Industrial Dalam Islam
Dalam perspektif Islam, hubungan industrial antara pengusaha
dan pekerja merupakan aspek mu’ammalah,
sehingga mekanisme pengaturannya harus dikmbalikan pada kesepakatan diantara
unsur-unsur dalam kegiatan produksi dengan prinsip saling menghargai dan
menguntungkan semua pihak. Kegiatan produksi harus diawali oleh itikad baik
dari semua pihak sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup yang
dijiwai oleh semangat profesionalisme dan keharmonisan hubungan antar elemen
dalam kegiatan produksi. Islam sangat menekankan aspek ini mengingat bahwa
eseni dari kehidupan manusia ini adalah ekspresi dari ibadah kepada Allah.
Untuk menghindarkan diri dari kecenderungan
eksploitatif atas pekerja, pekerja dilibatkan dalam kepemilikan saham
perusahaan, sehingga di samping pekerja menerima upah, secara psikologis para
pekerja akan
semakin bersemangat dalam memajukan perusahaan. Sebab, semakin maju perusaan
berarti kemungkinan mendapat tambahan
keuntungan semakin besar. Di sisi lain, seorang pengusaha dituntut untuk
memiliki visi dan berorientasi cukup jauh, yaitu bagaimana dapat membawa
kemajuan peruasan sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya.
Pola interaksi dan kerjasama antara pengusaha dan
pekerja ditekankan dalam semangat profesionalisme, tanpa mengurangi hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Keterlambatan dalam pemberian imbalan dapat
menimbulkan kesalahan, dan hal itu sangat merugikan para pekerja. Nabi sendiri
prnah mengemukakan dalam bahasa kiasa agar seorang majikan membayar upah
buruhnya sebelum kering keringatnya. Di samping itu penundaan pemberian imbalan
berarti menghambat produktivitas dana bagi kepentingan kegiatan investasi
berikutnya.
Dalam konteks hubungan antara pengusaha dan pekerja
dalam upaya untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, Islam menekankan beberapa
aspek sebagai berikut:
1. Islam
menganjurkan agar pekerja diberi gaji yang layak, dan tidak dibebani dengan
pekerjaan di luar batas kemampuannya, dan diberikan gaji tepat pada waktunya.
2. Pekerja
tidak boleh melakukan pekerjaan yang bertentangan dan merugikan kepentingan
perusahaan.
3. Pada
awal perjanjian harus ditetapkan mengenai deskripsi pekerjaan, seperti
bentuk/jenis pekerjaan, lama bekerja, tugas dan tanggungjawab, sanksi, jenjang
karier, dan sebagainya secara lengkap dan transparan, serta disepakati oleh
kedua belah pihak.
K.
Transformasi
Islam Dalam Etos Kerja
Oleh karena budaya kerja islami bertumpu pada al-akhlaq al-karimah, umat islam
seharusnya menjadikan akhlaq sebagai
energi batin yang terus menyala, dan mendorong setiap langkah kehidupannya
dalam koridor jalan yang lurus. Semangat dirinya adalah dari Allah, di jalan
Allah, dan untuk Allah.
Ciri-ciri orang yang mampunyai dan menghayati etos kerja
akan tampak dala sikap dan tingkah lakunya yang berlandaskan pada suatu
keyakinan yang sangat mendalam, bahwa bekerja itu adalah ibadah dan berprestasi
indah. Ada semacam panggilan dari hatinya untuk secara terus menerus
memperbaiki diri, mencari prestasi (bukan prestise), dan akan tampil sebagai
bagian dari umat yang terbaik (khairu
ummah). Secara metafosis, bahkan dapat dikatakan bahwa seorang muslim itu
sangat haus untuk beramal saleh. Ada semacam dorongan yang luar biasa untuk
memenuhi hasrat memuaskan dahaga jiwanya yang hanya terpenuhi apabila dirinya
berbuat kesalehan tersebut.
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah
cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu.
Waktu merupakan deposito yang paling berharga yang dianugerahkan Allah kepada
setiap orang di bumi ini secara gratis dan merata sempurna. Bagi umat muslim,
waktu adalah asset ilahiyyah yang
sangat berharga. Oleh karena itu rugi besar bagi umat muslim yang mengabaikan
waktu, karena mengabaikan waktu berarti menjadi budak kelemahan (Q.S. Al-Ashr:1-3). Sadar untuk tidak
memboroskan waktu, setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja tinggi akan
segera menyusun tujuan, membuat perencanaan kerja, dan kemudian melakukan
evaluasi atas hasil kerjanya. Inilah arti menejemen yang sebenarnya.
Seorang yang memiliki etos kerja sadar betul bahwa
kehadiran dirinya di muka bumi ini bukanlah sekadar untuk ada (being), melainkan ada semangat yang
menggelora di seluruh pori-pori tubuhnya untuk mengisi waktu menuju pada
tingkatan menjadi (becoming), dan
akhirnya memperoleh nilai di sisi Allah: menjadi bagian dari khairu-ummah (umat yang terbaik). Para
pekerja yang brmalas-malas dan membuang-buang waktu pada hakikatnya berjiwa
kerdil, pengecut, tidak memiliki tanggungjawab, dan kehilangan orientasi untuk
menatap masa depannya. Setiap pribadi muslim yang sadar akan makna hidup
meyakini bahwa apa yang diraih pada waktu yang akan datang ditentukan oleh
caranyanya menunaikan hidup pada hari ini. Waktu bagi pribadi muslim adalah
lading kehidupan; kewajiban setiap muslim adalah menebar benih di atas lading
sang waktu untuk kemudian menikmatinya di masa depan.
Seorang yang berbudaya kerja islami memiliki
kompetensi moral, yaitu nilai kejujuran dan keikhlasan. Sikap jujur dan ikhlas
ini bukan sekadar output dari cara
dirinya melayani, melainkan juga input yang membentuk kepribadiannya yang
didasarkan pada sikap yang bersih. Pribadi muslim yang berbudaya kerja islami
akan memiliki sikap konsisten, mampu mengendalikan diri, dan mengelola emosi
secara efektif, sehingga ia tetap akan menapaki jalan yang lurus, meskipun
sejuta halangan menghadang. Hal ini bukan idealisme, melainkan sebuah karakter
yang melekat pada jiwa pribadi muslim yang memiliki semangat tauhid.
Penanaman nilai-nilai Islam dalam budaya kerja akan
melahirkan pribadi muslim yang memunyai pandangan ke depan (visionary leadership). Mereka memiliki
vitalitas yang sangat kuat, menghargai orang lain, dan terbuka terhadap semua
gagasan, bahkan kritik. Gaya kepemimpinan seperti ini merupakan salah satu gaya
yang diperlihatkan Rasullulah, yaitu memiliki prinsip-prinsip ddan wawasan ke
depan. Yang paling dominan pada diri kepemimpinan Rasulullah adalah bentuk
kepemimpinan dengan keteladanan yang terpadu dalam tiga komponen yang
dibutuhkan secara mutlak oleh para pemimpin, yaitu: visi (vision), nilai (value),
dan vitalitas (vitality).
Selanjutnya budaya kerja islami akan menciptakan
seseorang yang memiliki jiwa wirausaha yang tinggi, yaitu kesadaran dan
kemampuan yang sangat mendalam (ulil
albab) untuk melihat segala fenomena yang ada disekitarnya, merenung dan
kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan batinnya
dalam bentuknyata dan realistis. Mereka senang pada kompetisi, karena kompetisi
akan mengetahui posisi usahanya, mengetahui keadaan pasar, dan sekaligus
belajar dari pesaing. Sejarah Rasulullah telah membuktikan bahwa betapa
Rasulullah mengikuti jejak kaum Quraisy untuk berniaga ke Syam, dan kemudian
betapa Rasulullah pernah menjadi penggembala, yang merupakan sebuah latihan
panjang dari Rasulullah untuk mendaptkan makna entrepreneur dan kepemimpinan. Sungguh sangat bijaksana apabila
kita menyimak dan menghayati dengan penuh rasa tanggungjawab akan sabda
Rasulullah yang mengatakan:
“Innallaha
yuhibbul mukminal muhtari!” (sesungguhnya Allah sangat mencintai
orang-orang mukmin yang berpenghasilan).
Orang yang memiliki jiwa wirausaha adalah mereka
yang selalu melihat setiap sudut kehidupan dunia ini sebagai sebuah peluang.
Berpikirnya analitis, melihat segala sesuatu dalam gambar besar, dan semuanya
dimulai dari melihat kesempatan dengan membaca (iqra), dan kemudian berani
mencobanya.
Di sisi lain, keyakinan akan nilai tauhid menyebabkan setiap muslim memiliki
penghayatan terhadap ikrar iyyaka na’budu
(hanya kepada Allah-lah setiap muslim menyembah), sehingga menyebabkan setiap
pribadi muslim memiliki semangat jihad sebagai etos kerja jiwa yang merdeka.
Semangat jihad ini melahirkan sejuta kebahagiaan, yang diantaranya adalah
kebahagiaan untuk memperoleh hasil dan usaha atas karsa dan karya yang
dihasilkan dari dirinya sendiri. Kemandirian bagi pribadi muslim adalah lambing
perjuangan dari sebuah semangat jihad yang sangat mahal harganya.
Pribadi muslim yang membumi mampu melihat realitas,
dan dari pengalamannya mampu merangkum dan melakukan berbagai improvisasi untuk
mengelola tantangan atau tekanan menjadi sebuah kekuatan. Mereka sangat
menghayati makna yang difirmankan Allah yagn dengan sangat tegas melarang sikap
mubadzir (boros), karena sesungguhnya
kemubadziran itu adalah perilaku setan. Dengan penghayatan ini, tumbuhlah sikap
yang konsekuen dalam bentuk perilaku yang selalu mengarah pada cara-cara kerja
yang efisien. Sikap seperti ini pada gilirannya merupakan modal dasar dalam
upaya menjadikan dirinya sebagai manusia yang selalu berorientasi pada
nilai-nilai produktif. Dengan demikian, setiap muslim harus selalu berhitung
efisien, artinya selalu membuat perbandingan antara jumlah kinerja (performance) dan energy (tenaga) yang
dia keluarkan.
Pribadi yang memiliki etos kerja islami juga akan
menjadikan silaturrahmi sebagai salah satu pengmbangan dirinya, karena bukan
saja memiliki nilai ibadah yang bersifat ukhrawi
(keakhiratan), tetapi juga merupakan factor produksi potensial yang hasilnya
juga dapat dipetik di dunia. Silaturahmi memuai tiga sisi yang sangat
menguntungkan bagi umat muslim:
Pertama,
meberikan nilai ibadah;
Kedua,
apabila dilakukan dengan kualitas akhlaq yang mulia silaturahmi akan memberikan
impresi bagi orang lain, sehingga ia akan dikenang banyak orang; dan
Ketiga,
bahwa silaturrahmi dapat memberikan satu alur informasi yang memberikan peluang
dan kesempatan usaha.
Silaturrahmi merupakan lampu penerang dalam tatanan
pergaulan kehidupan yang apabila dilakukan dengan penuh tanggungjawab, dalam
perkembangan selanjutnya, dapat mengangkat martabat diri seseorang di hadapan
manusia yang lain. Dalam menghapi zaman yang begitu cepat berubah, dimana life cycle technology, inovasi, dan
produksi begitu cepat bergerak, seorang muslim yang mampunyai etos kerja tentu
tidak akan pernah menganggap enteng nilai silaturrahmi ini. Sebaliknya, seorang
muslim yang memutuskan silaturrahmi atau membutakan diri dari gejolak dinamika
sosial, sesungguhnya dia telah memadamkan cahaya benderang di akhirat (Q.S. Al-Isra:72).
Menghadapi perubahan global seperti sekarang ini,
baik dalam hal budaya, teknologi, politik, maupun ekonomi, setiap muslim akan
sangat sadar bahwa tidak ada satu makhluk pun di muka bumi ini yang akan mampu
mengubah dirinya, kecuali dirinya sendiri (Q.S Ar-Ra’ad:11). Peringatan muharram, sebenarnya membawa pesan-pesan
perubahan atau hijrah, yang artinya
keluar dari sesuatu yang jumud, statis, dan gelap, menuju keadaan yang lebih
kreatif, dinamis, dan benderang. Semangat perubahan akan tumbuh apabila setiap
muslim mau melakukan perenungan yang mendalam.
Sebagaimana Soichiro Honda yang tidak hanya
terobsesi untuk menciptakan mobil yang lebih cepat dari mobil Eropa, tetapi
lebih dari itu, dia berusah bertindak dengan menciptakan mobil yang mengungguli
Eropa. Demikian juga, Levi Strauss, setelah berulang-ulang dikritik lantaran
celana buatannya tidak tahan lama dan mudah robek, merenung hingga suatu saat
melihat kapal layar. Levi merasa kagum mengapa kain layar tidak mudah robek
diterpa angin yang sangat kencang. Dari sinilah, Levi kemudian menciptakan kain
yang ditenun dari bahan seperti terpal, dan akhirnya menghasilkan celana
panjang yang kita kenal sekarang, yaitu blue jeans.
Inilah yang dimaksud dengan iqra’ yang sesungguhnya.
Iqra’ berarti membaca, menganalis, mengumpulkan informasi dan menyusun sesuatu
hingga memiliki arti. Oleh karena itu, iqra’ tidak hanya diterjemahkan dengan
membaca, melainkan lebih dari itu, bahwa dalam proses membaca kita sedang
mengumpulkan dan menyusun huruf-huruf sehingga memiliki arti. Di dalam proses
membaaca itulah terdapat proses berpikir, menganalisis, dan mengambil
keputusan. Semangat iqra’ berarti pula melahirkan semangat untuk kritis,
tanggap, dan menumbuhkan rasa ingin tahu. Pribadi muslim tidak akan pernah
merasa puas untuk berbuat kebaikan dan beramal saleh. Dunia semakin kaya dengan
penemuan dan kreativitas manusia, karena mereka memiliki sikap kritis dan ingin
tahu yang mendalam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Makna
ekonomi kerakyatan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut.
ü
Dasar
demokrasi ekonomi, dimana produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua,
dibawah pemilikan anggota masyarakat.
ü
Kemakmuran
masyarakat menjadi yang utama, bukan kemakmuran sekelompok orang.
2. Ekonomi
kerakyatan sbagai stanar etika bisnis untuk sistem perekonomin di Indonesia
mangndung beberapa prinsip, yaitu:
ü Perhatian utama pada yang lemah, bukan yang kuat.
ü Aktivitas perekonomian yang bermoral
(menurut standar etika bisnis yang berlaku umum).
ü Sistem perekonomian yang demokratis
(dari, oleh, dan untuk semua masyarakat).
ü Pencapaian keadilan dalam peran
dalam hasil saha perekonomian.
3.
pemberdayaan adalah daya masyarakat
dengan mendorong, memotivasi, dan membengkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya, dan upaya untuk mengembangkannya keberdayaan masyarakat adalah
unsure dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan hidup, dan dalam
pengertian dinamis: mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.
4. System
ekonomi dalam Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
ü Individu
mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan
yang dianggap perlu, selam hal itu tidak menyimpang dari kerangka syariat Islam
untuk mencapai kesejahtraan masyarakat yang optimal dan menghindari kemungkinan
terjadinya kekacauan dalam msyarakat.
ü Islam
mengakui bahwa setiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi yang
berarti juga member peluang yang luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan
kemampuanya dalam kegiatan ekonomi. Namun , hal itu kemudian ditunjang dengan
seperangkat kaidah untuk menghindari kemungkinan terjadinyan konsentarsi
kekayaan pada seseorang atau sekelompok pengusaha dan mengabaikan kepentingan
msyarakat umum.
5.
Dalam perspektif Islam, hubungan industrial antara pengusaha
dan pekerja merupakan aspek mu’ammalah,
sehingga mekanisme pengaturannya harus dikmbalikan pada kesepakatan diantara
unsur-unsur dalam kegiatan produksi dengan prinsip saling menghargai dan
menguntungkan semua pihak.